Peringatan Dini Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan Curah Hujan di Provinsi Kalimantan Selatan

  • Wulan Sari Rasna Giri Sembiring Program Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
  • Dian Eka Setyaningtyas Balai Litbang Kesehatan Tanah Bumbu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
  • Akhmad Wahyudin Balai Litbang Kesehatan Tanah Bumbu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Keywords: peringatan dini, Demam Berdarah Dengue, curah hujan

Abstract

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a disease caused by dengue virus through the bite of Aedes aegypti mosquito as the main vector. These mosquitoes have a very vulnerable lifestyle to climate change where one of them is rainfall. DHF control programs have been comprehensive so far but have not succeeded in reducing morbidity and mortality. The number of patients tends to increase and spread more broadly especially in the rainy season. The effects of rainfall are very important on the prevalence of DHF, therefore it is necessary as a tool to predict incidents and the risk of DHF events. South Kalimantan Provincial Health Office noted since 2010 to 2015 fluctuation occurred DHF incidence that even had an increase in death to 2-fold. The purpose of this study is to examine the relationship and influence of rainfall on the occurrence of DHF, determine the early warning model of DHF incidence based on rainfall, and formulate recommendations for controlling the incidence of DHF in order to improve the degree of public health in South Kalimantan. Design used is the ecology time trend series with secondary data obtained retrospectively. The relationship between rainfall and dengue occurrence was measured by Spearman correlation whereas early warning model or prediction of DHF incidence based on rainfall was obtained by simple linear regression test. The test results showed there was a significant positive relationship and influence between rainfall and dengue occurrence. DHF incidence shows a linear increase in line with increased rainfall. Based on the model of linear equation (Y = -71,629 + 0,806X) states that the addition of every 1 mm of rainfall will increase the incidence of DHF by 0.81 cases / incidence. So with the result government is expected to be able to maximize the DBD control program ahead of the rainy season.

abstrak

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti sebagai vektor utama. Nyamuk ini memiliki pola hidup sangat rentan terhadap perubahan
iklim dimana salah satunya adalah curah hujan. Program pengendalian DBD selama ini telah berlangsung
komprehensif namun belum berhasil menurunkan angka kesakitan maupun kematian. Jumlah penderita
cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas terutama pada musim hujan. Efek dari curah hujan
sangat penting terhadap prevalensi DBD sehingga diperlukan sebagai alat untuk meramalkan insiden dan
risiko kejadian DBD. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan mencatat sejak tahun 2010 hingga 2015
terjadi fluktuasi kejadian DBD yang bahkan sempat terjadi peningkatan kematian hingga 2 kali lipat. Tujuan
dari penelitian ini untuk menguji hubungan dan pengaruh curah hujan terhadap kejadian DBD, menentukan
model peringatan dini kejadian DBD berdasarkan curah hujan, serta merumuskan rekomendasi pengendalian
kejadian DBD dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kalimantan Selatan.Desain yang
digunakan adalah ekologi time trend series dengan data sekunder yang diperoleh secara retrospektif.
Hubungan antara curah hujan dan kejadian DBD diukur dengan korelasi Spearman sedangkan model
peringatan dini kejadian DBD berdasarkan curah hujan dihasilkan dengan uji regresi linier sederhana. Hasil
uji menunjukan terdapat hubungan dan pengaruh yang nyata positif antara curah hujan denga kejadian DBD.
Kejadian DBD menunjukkan peningkatan yang linier seiring dengan peningkatan curah hujan. Berdasarkan
model persamaan linier (Y= -71,629 + 0,806X) menyatakan bahwa penambahan setiap 1 mm curah hujan
akan meningkatkan kejadian DBD sebesar 0,81 kasus/kejadian. Sehingga dengan hal tersebut pemerintah
diharapkan dapat lebih memaksimalkan program pengendalian DBD menjelang musim hujan.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Ariati, Jusniar, and Athena Anwar. 2014. “Model Prediksi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan Faktor Iklim Di Kota Bogor, Jawa Barat.” Buletin Penelitian Kesehatan 42 (4): 249–56.
Ariati, Jusniar, and Dede Anwar Musadad. 2012. “Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Dan Faktor Iklim Di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.” Jurnal Ekologi Kesehatan 11 (4): 279–86.
Depkes RI. 2010. Penemuan Dan Tatalaksana Penderita Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Dirjen PP& PL.
Dinkes Provinsi Kalimantan Selatan. 2016. “Data Kejadian DBD Kalimantan Selatan.” Banjarmasin.
Gharbi, Myriam, Philippe Quenel, Joël Gustave, Sylvie Cassadou, Guy La Ruche, Laurent
Girdary, and Laurence Marrama. 2011. “Time Series Analysis of Dengue Incidence in
Guadeloupe, French West Indies: Forecasting Models Using Climate Variables as Predictors.” BMC Infectious Diseases 11 (166): 1–13. doi:10.1186/1471-2334-11-166.
Gubler, D J, P Reiter, K L Ebi, W Yap, R Nasci, and J A Patz. 2001. “Climate Variability and Change in the United States: Potential Impacts on Vectorand Rodent-Borne Diseases.” Human Health Consequences of Climate Variability and Change for the United States 109 (Supplement 2): 223–33. doi:10.2307/3435012.
Hidayati, Rini. 2008. “Pemanfaatan Informasi Iklim Dalam Pengembangan Model Peringatan Dini Dan Pengendalian Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.” Bogor.
Iriani, Yulia. 2012. “Hubungan Antara Curah Hujan Dan Peningkatan Kasus Demam Berdarah
Dengue Anak Di Kota Palembang.” Sari Pediatri 13 (6): 378–83. Kemenkes RI. 2010. “DBD Di Indonesia Tahun 1968-2009.” Buletin Jendela Epidemiologi 2 (Agustus): 1–14.
———. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Phillips, Melissa Lee. 2008. “Dengue Reborn Widespread Resurgence of a Resilient Vector.” Environmental Health Perspective 116 (9):382–88.
Sasmito, Achmad, Riris Adriyanto, Asri Susilawati, and Roni Kurniawan. 2010. “Effect of the Variability and Climate Change.” Jurnal Meteorologi Dan Geofisika 11 (2): 162–69.
Solihin, G. 2004. “Ekologi Vektor Demam Berdarah Dengue.” Warta Kesehatan TNI-AL18 (1).
Sungkar, S. 2005. “Bionomik Aedes Aegypti, Vektor Demam Berdarah Dengue.” Majalah Kedokteran Indonesia 55 (4).
Supartha, I Wayan. 2008. “Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes Aegypti ( Linn .) Dan Aedes Albopictus ( Skuse )( Diptera  : Culicidae ).” Dies Natalis 2008 Universitas Udayana, no. September: 1–15.
Suwito, Upik Kesumawati Hadi, Singgih H Sigit, and Supratman Sukowati. 2010. “Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles Dan Kejadian Penyakit Malaria.” Jurnal Entomologi Indonesia 7 (1): 42–53.
WHO. 2003. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. SEARO No.2.New Delhi.
———. 2012. Global Strategy for Dengue Prevention and Control. Geneva: World Health Organization.
Yushananta, Prayudhy, and Mei Ahyanti. 2004. “Pengaruh Faktor Iklim Dan Kepadatan Jentik Ae.Aegypti Terhadap Kejadian DBD.” Jurnal Kesehatan 5 (1): 1–10.
Published
2020-02-27
How to Cite
Wulan Sari Rasna Giri Sembiring, Dian Eka Setyaningtyas, and Akhmad Wahyudin. 2020. “Peringatan Dini Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan Curah Hujan Di Provinsi Kalimantan Selatan”. Jurnal Kebijakan Pembangunan 12 (2), 265-70. http://jkpjournal.com/index.php/menu/article/view/107.